JANGAN PACOROK KOKOD

PENAANGGULANGAN BENNCANA TIDAK MENGENAL DISKRIMINASI DAN OTORITAS WILAYAH.



SOREANG,(GM)-
Tindakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Bandung memasang penunjuk arah di jalur evakuasi serta menyediakan lahan untuk pengungsi dari Kab. Garut jika sewaktu-waktu Gunung Papandayan meletus, jangan dipandang pacoro kokod (mengambil alas orang lain, red). Hal itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian untuk membantu korban yang terkena musibah bencana alam.

Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kab. Bandung, Cecep Hendrawan kepada "GM", Kamis (29/9) menuturkan, selama ini ada selentingan tindakan yang dilakukan BPBD Kab. Bandung membantu pengungsi jika Papandayan meletus ini merupakan aksi pacoro kokod. Karena selain lokasi Papandayan berada di wilayah Garut, warga yang disiapkan tempat pengungsiannya juga warga Garut, yang berbatasan dengan wilayah Kab. Bandung.

"Memang ada selentingan yang mengatakan tindakan kita seolah-olah mengambil porsi orang lain. Tapi bukan itu maksud kita," tandasnya.

Dalam membantu korban bencana alam, pihaknya sama sekali tidak memiliki pikiran macam-macam. Baginya, kerja di wilayah mana sama saja yang penting niatnya murni membantu. Sesuai UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, penanganan bencana tidak berdasarkan otoritas wilayah, ras, suku maupun agama.

Menurut Cecep, disediakannya tempat pengungsian untuk warga Garut, karena bercermin pada kejadian sebelumnya. Ketika Papandayan meletus tahun 2002, warga di dua kampung, yaitu Kp. Stamplat, Desa Panawa, Kec. Pamulihan, Kab. Garut dan Kp. Cileuleuy, Desa Girimukti, Kec. Pamulihan, Kab. Bandung, lebih memilih mengungsi ke Kp. Cibutarua, Desa Neglasari, Kab. Bandung. "Ini mereka lakukan karena Cibutarua merupakan lokasi terdekat dari kampung mereka dibandingkan harus mengungsi ke daerah lain di Garut," ujarnya.

Selain menyediakan tempat pengungsian, sebagai bentuk kemanusiaan, pihaknya tidak akan membeda-bedakan bantuan antara warga Garut dengan Kab. Bandung.

Diberitakan sebelumnya, meski status Gunung Papandayan siaga 3 dan tidak membahayakan bagi warga Kab. Bandung, Pemkab Bandung dan sejumlah relawan bencana menyiapkan jalur evakuasi untuk warga Garut yang eksodus ke wilayah Kab. Bandung. Bahkan Pemkab Bandung bersama PTPN VIII Perkebunan Sedep, sudah menyiapkan logistik dan tempat pengungsian di lapangan bola Kp. Cibutarua, Desa Neglasari, Kec. Kertasari, Kab. Bandung, yang merupakan lokasi terdekat dengan Kp. Stamplat dan Cileuleuy.

Jumlah warga Kab. Garut yang eksodus ke wilayah Kab. Bandung, untuk Kp. Cileuleuy diperkirakan sekitar 225 KK. Sedangkan dari Kp. Stamplat sekitar 460 KK. Untuk mencapai pengungsian di Cibutarua, warga Cileuleuy menempuh perjalanan sekitar 5 km, sedangkan dari Stamplat mencapai 8 km. (B.97)**

Share:

Kelompok Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.

Saat ini Departemen Sosial menangani 22 jenis PMKS, yaitu sebagai berikut :

1. Anak Balita Telantar, adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial.

2. Anak Telantar, adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-duanya sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial.

3. Anak Nakal, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum.

4. Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum.
5. Wanita Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang wanita dewasa berusia 18-59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

6. Korban Tindak Kekerasan, adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.

7. Lanjut Usia Telantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.

8. Penyandang Cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental.

9. Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.

10. Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

11. Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.

12. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK) adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.

13. Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.

14. Keluarga Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.

15. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratanyang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial.

16. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami -istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar .

17. Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan – kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.

18. Korban Bencana Alam, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan atau lahan, kebakaran permukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industri (kecelakaan kerja).

19. Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

20. Pekerja Migran Telantar, adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi telantar.

21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup telantar.

22. Keluarga Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Share:

Jalur Evakuasi Papandayan Rusak

KERTASARI,(GM)-
Kondisi jalan rusak dan sulitnya medan menuju lokasi pengungsian di Kp. Cibutarua, Desa Neglasari, Kec. Kertasari, Kab. Bandung jika Gunung Papandayan meletus, dipastikan akan menjadi kendala untuk pengiriman logistik maupun proses evakuasi.

Seperti diketahui, Pemkab Bandung dan PTPN VIII Perkebunan Sedep, sudah menyediakan lokasi pengungsian di Kp. Cibutarua. Namun jalur satu-satunya ke lokasi hanya melewati Kab. Bandung yaitu jalur Perkebunan Malabar dan Perkebunan Sedep, Pangalengan.

Pantauan "GM" di lapangan, untuk menuju Kp. Cibutarua dari arah Pangalengan, lebih dari 10 km kondisi jalannya rusak cukup parah. Bahkan untuk kendaraan kecil harus pelan dan memilih jalan yang rata. Sebab kalau tidak, bisa-bisa menyangkut di bebatuan.

Bukan hanya untuk jalur logistik, untuk jalur evakuasi dari Kp. Cileuleuy, Desa Giri Mukti, Kec. Pamulihan Kab. Garut maupun Kp. Stamplat, Desa Panawa, Kec. Pamulihan, Kab. Garut ke Cibutarua kondisinya juga rusak cukup parah.

Selain berbatu, jalur tersebut juga naik turun. Untuk mencapai pengungsian di Kp. Cibutarua, dari Kp. Cileuleut jarak tempuhnya sekitar 5 km, sedangkan dari Kp. Stamplat mencapai 8 km.

Kendala lain yang nantinya dirasakan para petugas maupun relawan saat evakuasi dari segi komunikasi. Sebab di lokasi pengungsian maupun di Kp. Stamplat dan Cileuleuy sinyal handphone kosong. Karena itu alat komunikasi yang bisa digunakan hanya handy talky.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Bandung, Juhana Atmawisastra didampingi Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kab. Bandung, Cecep Hendrawan mengatakan, meski kondisi jalan rusak namun untuk proses pengiriman logistik maupun evakuasi warga ke tempat pengungsian, tetap akan dioptimalkan.

Apalagi pihak Perkebunan Sedep sudah menyediakan kendaraan besar (truk, red), untuk membantu proses evakuasi masyarakat dari Kp. Stamplat dan Cileuleuy menuju lokasi pengungsian di Kp. Cibutarua.

"Saat pertemuan dengan PTPN VIII Perkebunan Sedep, mereka siap menyediakan lahan di Cibutarua dan 10 unit kendaraan besar untuk membantu proses evakuasi. Bahkan mereka membentuk satgas yang berjumlah 45 orang, untuk membantu proses evakuasi," katanya.

Orari siap bantu

Sementara itu, Dewan Pengawas dan Pembina Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) Lokal Bandung Selatan, Deden Anwar didampingi Sekretaris Lokal Bandung Selatan, Arie Anwar menuturkan, Orari siap membantu jika terjadi bencana alam termasuk jika Gunung Papandayan meletus. Peran Orari dalam bencana sangat penting, khususnya untuk proses komunikasi petugas di lapangan maupun penyebaran data ke pihak yang berwenang.

"Saat bencana alam, terkadang komunikasi cukup sulit meski ada handphone, karena jaringannya tidak ada. Berbeda dengan radio komunikasi Orari, kondisi apa pun masih bisa. Dengan begitu komunikasi antarpetugas di lapangan maupun penyebaran data bisa lebih cepat," katanya.

Untuk membantu petugas di lapangan, lanjut Deden, pihaknya siap menurunkan anggotanya termasuk peralatan yang dibutuhkan. Seperti portabel refeter, getway station, dan direct station. Sedangkan anggota yang diturunkan ke lapangan sekitar 30 orang anggota aktif.

Masih trauma

Letusan Gunung Papandayan tahun 2002 lalu, ternyata masih membekas di ingatan warga Kp. Cileuleuy, Desa Giri Mukti dan Kp. Stamplat, Desa Panawa, Kec. Pamulihan, Kab. Garut. Meski tidak membahayakan jiwa mereka karena letusannya kecil, namun mereka harus berjalan kaki hingga puluhan kilometer untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut Suherman (47), warga Kp. Cileuleuy kepada "GM", saat Gunung Papandayan meletus 2002 lalu, warga tidak mendengar letusan atau getaran keras (gempa). Warga ketika itu hanya melihat kepulan asap atau debu hitam yang membubung tinggi ke angkasa.

"Karena kejadiannya sekitar pukul 08.00 WIB, ketika melihat kepulan debu hitam keluar dari kawah Gunung Papandayan, warga malah menonton. Awalnya warga juga tidak memilih mengungsi karena kepulan itu terlihat menuju ke arah Garut. Tapi arah angin ternyata berbalik hingga debunya ke sekitar Kp. Cileuleuy," kenangnya.

Karena debu cukup tebal terlebih ditakutkan dibarengi awan panas, warga terpaksa mengungsi ke Kp. Cibutarua yang jaraknya sekitar 5 km.

Hal yang sama dikatakan Tatang Rukmana, warga Kp. Stamplat. Menurutnya, saat Gunung Papandayan mengeluarkan debu tebal, warga tidak bergegas mengungsi. Karena selain kepulan debunya menuju arah Garut, warga juga tidak merasakan getaran hebat.

"Ketika itu warga bukannya lari, malah menonton kepulan asap dari kawah Papandayan. Baru ketika melihat kepulan debu hitam menuju Kp. Stamplat, warga bergegas mengungsi karena takut ada apa-apa," katanya.

Menurut Tatang, sekarang dirinya dan warga sudah mengetahui kalau Gunung Papandayan akan meletus. Namun hal ini tidak terlalu dicemaskan, karena lahar panas tidak mengarah ke Kp. Stamplat.

"Katanya lahar dan awan panas terhalang puncak Papandayan. Tapi kita tetap waspada, karena ditakutkan debunya menyebar ke kampung kami," katanya sambil menambahkan, dari Kp. Stamplat ke kawah Papandayan sekitar 4 km. (B.97)**
Share:

Jalur Evakuasi Pengungsi Siap

KERTASARI,(GM)-
Meski status Gunung Papandayan siaga 3 atau tidak berbahaya bagi warga Kab. Bandung, Pemkab Bandung dan sejumlah relawan bencana menyiapkan jalur evakuasi untuk warga Garut yang akan eksodus ke wilayah Kab. Bandung. Bahkan Pemkab Bandung bersama pihak PTPN VIII Perkebunan Sedep sudah menyiapkan logistik dan tempat pengungsian.

Pantauan "GM" di lapangan, Selasa (27/9), untuk mempersiapkan eksodus pengungsi dari beberapa wilayah Kab. Garut, yaitu dari Kp. Stamplat, Desa Girimukti, Kec. Pamulihan dan Kp. CiLeuleuy, Desa Panawa, Kec. Pamulihan, Kab. Garut, Pemkab Bandung memasang sejumlah penunjuk arah menuju pengungsian. Tempat pengungsian sendiri berada di sebuah lapangan sepak bola di Kp. Cibutarua, Desa Neglasari, Kec. Kertasari, Kab. Bandung sebagai lokasi terdekat dengan kedua kampung tersebut.

Jumlah warga dari Kab. Garut yang diperkirakan eksodus ke wilayah Kab. Bandung ini, dari Kp. Cileuleuy mencapai 225 KK. Sedangkan dari Kp. Stamplat 460 KK. Jumlah jiwa dari 2 desa ini lebih dari 4.000 jiwa.

Warga kedua kampung tersebut lebih memilih mengungsi ke wilayah Kab. Bandung karena lebih dekat daripada harus ke wilayah Garut. Apalagi jika Gunung Papandayan meletus, justru yang terkena dampak awan panas atau aliran lahar wilayah Garut.

Untuk mencapai pengungsian di Cibutarua, warga Kp. Cileuleuy menempuh perjalanan sekitar 5 km, sedangkan dari Kp. Stamplat mencapai 8 km.

Masih aman

Kepala Pelaksana BPBD Kab Bandung, Juhana Atmawisastra didampingi Kabid Kedaruratan BPBD Kab Bandung, Cecep Hendrawan menuturkan, dari informasi terakhir, status Gunung Papandayan siaga 3 masih terbilang aman karena dalam sehari gempa tektonik terjadi 4 kali, gempa vulkanik A 1 kali dan gempa vulkanik B 1 kali.

"Sekarang masih terbilang aman. Status bahaya itu kalau siaga 1 dengan jumlah gempa lebih dari 50 kali dalam satu hari," katanya.

Meski situasi masih aman dan jika terjadi letusan Kab. Bandung tidak akan menerima dampak berbahaya selain sebaran abu, pihaknya tetap menyiapkan berbagai keperluan seperti tempat pengungsian dan logistik lain.

"Untuk pengungsian, dari pihak perkebunan menyiapkan beberapa tempat. Tapi yang paling dekat dengan Kp. Cileuleuy dan Stamplat adalah Kp. Cibutarua. Tapi kalau abu vulkanik terlalu tebal di Cibutarua, pengungsi bisa dialihkan ke daerah Neglasari," ujarnyanya.

Pemasangan papan penunjuk lokasi evakuasi, lanjut Juhana, supaya para pengungsi mengetahui arah untuk menyelamatkan diri. Kalau tidak diberi petunjuk, bisa jadi para pengungsi tidak akan terkontrol dan tidak terpusat di tempat yang disediakan.

Sementara Administratur PTPN VIII Perkebunan Sedep, Gunara menuturkan, pihaknya menyediakan beberapa tempat yang bisa digunakan untuk pengungsian dari Garut ke Kab. Bandung. Beberapa lokasi ini ada di Cibatarua dan Desa Papandayan.

"Kita siapakan beberapa tempat, tapi silakan mana yang lebih cocok untuk tempat pengungsian," katanya.

Selain menyiapkan tempat, pihaknya juga menyiapkan sejumlah mobil untuk mengangkut pengungsi dan membentuk satgas untuk membantu evakuasi. Sedangkan untuk penerangan bisa diambil dari listrik di perkebunan.

"Untuk satgas rencananya sebanyak 45 orang, sedangkan truk yang disiapkan untuk mengangkut pengungsi sekitar 10 unit," ujarnya. (B.97)**
Share:

Bergeser Menjadi Januari 2012 : Pengerukan Citarum Terkendala Administrasi

BALEENDAH,(GM)-
Rencana pengerukan Sungai Citarum, khususnya di daerah aliran sungai (DAS) wilayah Kab. Bandung terkendala masalah administrasi.

Hal itu diungkapkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum yang diwakili Dr. H. Ruchimat, Selasa (20/9). Pernyataan Ruchimat disampaikan sehubungan digesernya jadwal pengerukan Sungai Citarum dari September 2011, menjadi Januari 2012.

Menurut Ruchimat, proses administrasi pengerukan Citarum sudah dimulai sebelum September 2011. Namun prosesnya ternyata tidak semudah yang dibayangkan masyarakat. Ada tahapan-tahapan yang harus dipenuhi sesuai aturan yang ada sehingga tidak bisa cepat seperti yang diinginkan.

"Misalnya untuk mendapatkan persetujuan dari kementerian terkait, selain harus ada sejumlah persyaratan, juga pentahapan waktu yang tidak bisa semau kita," papar Ruchimat yang meminta masyarakat bersabar.

Dikatakan Ruchimat, pihaknya memang sudah menyiapkan segala persyaratan dan administrasi jauh sebelumnya untuk keperluan pelaksanaan pengerukan Citarum yang didanai APBN tersebut. Namun persyaratan administrasi tersebut selain perlu penelaahan, juga perlu persetujuan dari lembaga terkait di Jakarta.

Diakui Ruchimat, ada beberapa warga khususnya dari Kec. Baleendah, Kab. Bandung, yang menanyakan masalah pengerukan Sungai Citarum. "Kita jawab seadanya, karena memang proses di sana (Jakarta, red)-nya begitu," ujarnya.

Sementara itu, Camat Baleendah, Uka Suska Pujiutama mengatakan, pihaknya sering mendapat pertanyaan dari berbagai kalangan terkait pelaksanaan pengerukan Sungai Citarum. Pertanyaan yang nadanya sama itu sering diterima pada kegiatan Jumat Keliling (Jumling) ke masjid-masjid di wilayah Baleendah.

"Memang warga maupun tokoh masyarakat sering mempertanyakan masalah ini. Saya hanya bisa menjawab sesuai kewenangan saya selaku camat. Kalau menyangkut pengerukan Citarum, lebih jelasnya harus BBWS yang menjelaskan," papar Uka.

Dikatakan Uka, rata-rata warga dan tokoh mastarakat sudah mengetahui tentang rencana pengerukan Sungai Citarum, baik secara langsung melalui sosialisasi dari BBWS maupun melalui media massa. Karena menurutnya, BBWS pernah menyosialisasikan rencana pengerukan tersebut, baik di tingkat Pemkab Bandung maupun di tingkat kecamatan khususnya di Kec. Baleendah.

"Yang mereka tahu, September ini dilakukan pengerukan, tapi kita saksikan sendiri belum," ujarnya.

Dikatakan Uka, pertanyaan seperti itu tergolong wajar. Apalagi warga yang biasa terkena banjir akibat luapan Citarum seperti di Kp. Cieunteung, Kel. Baleendah dan warga Kel. Andir, yang menjadi langganan banjir saat musim hujan tiba, sudah sering menanyakan hal itu. (B.35)**

Sumber : klik-galamedia.com, Rabu, 21 September 2011
Share:

Wilayah yang Mengalami Kesulitan Air Bersih Sifatnya Parsial

SOREANG,(GM)-
Masyarakat yang kesulitan air bersih di wilayah Kab. Bandung sifatnya masih parsial atau tidak merata di suatu desa atau kecamatan. Meski demikian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Bandung terus melakukan koordinasi dengan PDAM Kab. Bandung dan BPBD Jabar untuk mengirimkan bantuan air bersih.

Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kab. Bandung, Cecep Hendrawan kepada "GM", Selasa (20/9), menuturkan, hingga saat ini pihaknya sudah menerima beberapa laporan dari pemerintah desa atau kecamatan terkait warganya yang kesulitan air bersih akibat musim kemarau. Namun, hal tersebut masih parsial dan tidak merata di dalam satu desa atau kelurahan.

"Warga yang kekurangan air bersih dalam satu desa hanya dalam satu atau dua RW. Jadi tidak merata dalam satu desa semua warga kesulitan air bersih," katanya.

Meski belum merata, pihaknya tetap mengirimkan bantuan air bersih. Penyalurannya berkoordinasi dengan PDAM dan BPBD Jabar.

"Selain berkoordinasi dengan PDAM untuk mengirim air bersih, kita juga berkoordinasi dengan BPBD Jabar. Dari BPBD Jabar dikirim mobil pengolahan air bersih," ujarnya.

Mobil pengolahan air bersih, lanjut Cecep, difungsikan kalau PDAM kesulitan air. Dengan begitu, pihaknya bisa mengambil air dari selokan atau sumber lainnya yang kemudian diolah menjadi air bersih.

"Tapi sampai sekarang PDAM masih bisa mengirimkan air bersih untuk warga yang kesulitan air," katanya sambil menambahkan, hari ini pihaknya mengirimkan beberapa tangki air bersih untuk sejumlah RW di daerah Kutawaringin.

Selain belum merata, tambah Cecep, kesulitan air bersih di wilayah Kab. Bandung masih terbantu oleh perusahaan yang mengalirkan air bersih. Beberapa daerah yang masyarakatnya dibantu oleh pabrik di antaranya daerah Dayeuhkolot dan Rancaekek.

Seperti diberitakan sebelumnya, kesulitan air bersih yang melanda warga Kab. Bandung masih terus berkepanjangan. Beberapa daerah yang warganya sulit mendapatkan air bersih di antaranya Desa Langonsari, Kec. Pameungpeuk dan Desa Cilampeni, Kec. Katapang.

Di Langonsari, ribuan warga sejak 5 bulan lalu kesulitan air bersih. Selain karena kemarau, letak wilayahnya berada di daerah gunung batu sehingga sulit untuk membuat sumur timba maupun sumur bor.

Menurut sejumlah warga, mereka terpaksa membeli air kepada pemilik sumur bor dan pompa.

"Untuk mendapatkan air bersih, sehari biasanya saya beli 7 jeriken yang harganya Rp 750/jeriken. Kalau diantarkan sampai rumah, harganya Rp 1.000/jeriken," jelas Tita, seorang warga. (B.97)**

Sumber : klik-galamedia.com, Rabu, 21 September 2011
Share:

Terhambat Mutasi Pejabat : Usulan Dana Gempa Tak Jelas

SOREANG,(GM)-
Mutasi pejabat di lingkungan Pemkab Bandung baru-baru ini, membuat usulan dana gempa dari dana bantuan sosial (bansos) tidak jelas nasibnya. Pemkab Bandung dan DPRD diminta tetap memperjuangkan dana tersebut.

"Mutasi di Pemkab Bandung, khususnya di lembaga inspektorat yang pernah menyetujui usulan anggaran dana bansos bagi korban gempa Pangalengan tahun 2009, membuat nasib alokasi dana tersebut tidak jelas," ungkap Ketua Komite Peduli Jawa Barat (KPJB) Kab. Bandung, Lili Muslihat, Selasa (20/9) di Soreang.

Dikatakan Lili, dalam sebuah pertemuan sebelumnya, Kepala Inspektorat Kab. Bandung yang saat itu masih dijabat Diar Irwana, menyepakati usulan KPJB agar APBD Pemkab Bandung, mengalokasikan dana bansos bagi korban gempa yang hingga saat ini belum mendapat bantuan. Baik dari APBD maupun APBN yang dicairkan awal 2010. Namun Diar dimutasi ke SKPD lain sehingga pihaknya tidak mengetahui apakah pejabat baru memiliki komitmen yang sama atau tidak.

"Selama ini pengaduan dari para korban yang tidak mendapat bantuan itu 'kan selalu diarahkan kepada Inspektorat. Jadi selain meminta pengusutan dugaan penyimpangan dana gempa, kita juga memberikan usulan-usulan yang di antaranya terkait dana bansos," paparnya.

Menurut Lili, korban gempa yang belum mendapat bantuan ini jumlahnya cukup banyak dan tersebar di hampir di semua kecamatan di Kab. Bandung.

Dikatakan, penganggaran dana bansos sangat memungkinkan dan wajar sebagai tanggung jawab Pemkab Bandung dalam penanggulangan bencana alam.

Warga yang jumlahnya diperkirakan 100 kepala keluarga (KK) tersebut, kata Lili, memiliki hak yang sama dengan korban gempa lainnya yang sudah mendapat bantuan. Namun sebelumnya pendataan perlu dilakukan. Menurutnya, kemungkinan dana yang diperlukan sekitar 10 persen dari total dana gempa Rp 300 miliar lebih. Pendataan juga bisa menjadi dasar usulan penganggaran dana bansos. (B.35)** 


Sumber : Klik-Galamedia.com, Rabu, 21 September 2011
Share:

Kampung Cibisoro, Tempat Peristirahatan Terakhir Calung Darso


REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Almarhum Maestro Calung Sunda, Hendarso (66 tahun) yang akrab dipanggil Darso, dimakamkan pada Selasa (13/9) sekitar pukul 09.50 WIB di Kampung Cibisoro, Desa Gandasoli, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung. Pemakaman seniman Pop Sunda ini dihadiri ratusan pelayat baik dari keluarga, sahabat, dan para seniman Sunda. 

Sebelum dimakamkan, jenazah almarhum disemayamkan di Masjid Sayid Madani Oamar Ahmad Oghbi yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah duka. Ratusan pelayat bergantian menyalatkan almarhum yang selalu tampil eksentrik ketika manggung. 

Usai dishalatkan, jenazah almarhum dibawa ke pemakaman keluarga yang jaraknya hanya ratusan meter dari rumah duka. Tepat pukul 09.50 WIB, jenazah almarhum pun dimakamkan. Isak tangis keluarga pun pecah ketika jasad sang seniman nyentrik ini dimasukan ke liang lahat. 

Kedua istri almarhum, Epong Anisa dan Lina serta keenam anaknya larut dalam tangis kesedihan. Empat anak dari almarhum istri pertamanya, yaitu Asep Darso, Yanti, Mimin, dan Ujang Darso. Sementara dari istri keduanya, yaitu Ira dan Reyhan. 

Terik matahari tak menyurutkan ratusan pelayat mengikuti prosesi pemakaman almarhum. Mereka rela berdesakan dalam sengatan sinar matahari. Sebagian pelayat yang tak bisa menyaksikan pemakaman dari jarak dekat karena berjubel terpaksa melihat dari jarak jauh. 

"Saya mewakili seniman sangat kehilangan Kang Darso. Ia legenda dan master musik Pop Sunda," kata Esa Poetra yang mewakili seniman saat memberikan sambutan usai pemakaman. 

Menurut penilaian Esa, meksi berkarier di jalur Pop Sunda, Darso sudah sepantasnya disejajarkan dengan tokoh musik Indonesia. Segudang karya musik milik Darso begitu akrab di telinga semua kalangan. Bahkan penggemarnya tersebar di luar negeri. "Kang Darso ini legenda musik Indonesia. Dia begitu fenomenal," tutur dia. 

Kepala Desa Gandasoli, Syarif, yang mewakili warga setempat menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Darso. Bagi warga sekitar, kata dia, sosok almarhum sangat ramah dan mudah bergaul dengan semua unsur lapisan masyarakat. "Almarhum adalah figur yang merakyat dan familiar. Ia santun terhadap semua orang dan kami merasa kehilangan," kata dia. 

Legenda Pop Sunda, Hendarso yang akbrab dipanggil Darso (66 tahun), meninggal dunia pada Senin (12/9) kemarin sekitar pukul 15.00 WIB di RSUD Soreang, Kabupaten Bandung. Pada Senin siang, Doel Sumbang, sahabat almarhum, Darso sempat berkumpul dengan keluarganya di rumah. 

Bahkan, imbuh dia, almarhum sempat makan siang dan tiduran. "Tiba-tiba almarhum mengeluh sakit di bagian dada,"kata dia. Pihak keluarga, lanjut Doel, membawa almarhum ke RSUD Soreang sekitar pukul 14.30 WIB. Namun sesampainya di rumah sakit nyawa almarhum sudah tidak ada. 

Menurut Humas RSUD Soreang, Mahendrawan, sebelumnya kondisi almarhum sehat-sehat saja. "Menurut pihak keluarga, almarhum baru makan siang dan langsung tiduran sebelum dilarikan ke rumah sakit," ujar dia. 

Meninggalnya seniman Sunda eksentrik ini banyak meninggalkan duka di kalangan penggemarnya. Nugraha (34), warga Jl Purwakarta, Antapani, mengaku terkejut mendengar kabar tersebut. Ia mengaku tak percaya atas kabar meninggalnya Darso. "Saya sempat menelpon beberapa teman sesame penggemar Kang Darso. Dan mereka membenarkannya," tutur dia. 
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Djoko Suceno
Share:

Korban Gempa Pangalengan Tagih Janji Wagub


PANGALENGAN,(GM)-
Korban gempa Pangalengan yang masih bertahan di Kebun Teh Walatra menagih janji Wagub Jabar, Dede Yusuf yang akan mencarikan lokasi permukiman baru. Mereka mendesak segera disediakan lokasi baru agar tidak lagi mendapatkan intimidasi maupun ancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Kami menagih janji Bapak Dede Yusuf selaku Wakil Gubernur Jabar yang diucapkan selepas salat Idulfitri 2009. Waktu itu Pak Dede Yusuf berjanji akan merelokasi dan menyediakan permukiman sesegera mungkin," kata Koordinator Solidaritas Masyarakat Korban Gempa Pangalengan (SMKGP), Wahyudin dalam pernyataannya, Minggu (11/9).

Menurutnya, saat itu Wagub salat Idulfitri bersama para korban gempa di Kebun Teh Walatra. Wagub bahkan sempat makan ketupat bersama dan saat diwawancarai sejumlah wartawan media cetak dan elektronik, ia menjanjikan akan membantu para koran gempa dengan segera merelokasi mereka ke lahan milik Pemprov Jabar di Pangalengan.

"Waktu itu Wagub berjanji akan merelokasi kami ke lahan milik Pemprov Jabar di Pangalengan, tetapi hingga sekarang belum juga dikabulkan," katanya.

Menurut Wahyudin, saat itu Wagub berjanji 16 hari pascabencana 2 September 2009 akan dilakukan relokasi bagi para korban gempa.

"Wagub juga menyatakan Kampung Margakawit yang dihuni korban gempa merupakan wilayah yang tidak layak huni karena kemiringannya 45-60 persen serta rawan longsor," katanya.

Kini nasib korban gempa yang terdiri atas 75 kepala keluarga (KK) ini terkatung-katung. "Sampai detik ini para korban gempa belum mendapatkan kejelasan mengenai tempat tinggal yang dijanjikan pemerintah. Kebijakan penanggulangan yang dilakukan Pemkab Bandung maupun Pemprov Jabar sangat lambat. Sebelumnya memang ada upaya yang dilakukan DPRD Kab. Bandung dengan membuat surat kesepakatan bersama, salah satu butirnya, PTPN VIII tidak keberatan untuk sementara lahannya digunakan sebagai lokasi pengungsian sebelum ada kejelasan relokasi," paparnya.

Selain itu, para korban gempa dan SMKGP juga meminta Komnas HAM menginvestigasi dugaan terjadinya penelantaran hak-hak asasi para pengungsi Walatra. (B.84/A.71)**
Share:

8 Rumah Ludes Dilalap Si Jago Merah


PACET,(GM)-
Sebanyak 8 unit rumah panggung ludes dilalap si jago merah dalam musibah kebakaran yang terjadi di Kp. Ciburial RT 03/RW 07, Desa Sukarame, Kec. Pacet, Kab. Bandung, Minggu (11/9) dini hari. Kebakaran diduga akibat hubungan arus pendek listrik di salah satu rumah. Kini para korban terpaksa tinggal di rumah tetangga atau sanak saudaranya. Tidak ada korban jiwa dalam musibah itu, namun jumlah kerugian dinilai cukup besar. 

Diperoleh keterangan, saat itu warga yang mengetahui kobaran api merasa panik begitu melihat kobaran api di salah satu rumah warga. Mereka berusaha memadamkan api dengan peralatan alakadarnya.

Di tengah kesibukan warga yang berusaha menjinakkan api, terdengar jerit histeris minta tolong. Sementara api dengan cepat menjalar ke rumah-rumah lainnya, karena umumnya rumah tersebut terbuat dari material yang mudah terbakar.

"Memang benar telah terjadi kebakaran yang mengakibatkan 8 unit rumah ludes. Dalam musibah kebakaran ini tidak ada korban jiwa, sementara jumlah kerugian materi masih dalam pendataan," ungkap anggota Damkar Kab. Bandung wilayah II Ciparay, Asep, Minggu (11/9).

Rumah yang mengalami kebakaran milik Ujang Herman, Wadri, Iwan, Asep, Apep Bahtiar, Amir, Isop, dan Siti. Kebakaran diduga disebabkan hubungan arus pendek listrik yang terjadi sekitar pukul 01.30 WIB di salah satu rumah yang ikut ludes terbakar.

Karena bangunan rumah yang terbakar rata-rata berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bambu, api dengan cepat melumat seluruh bangunan rumah tersebut.

"Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 01.30 WIB dan api baru bisa dipadamkan 3 jam kemudian. Dalam kebakaran ini api dengan cepat meratakan 8 rumah, sehingga nyaris tak ada barang yang berhasil diselamatkan," jelasnya.

Asep juga menuturkan, mobil pemadam kebakaran kesulitan menjangkau lokasi kebakaran mengingat rumah-rumah tersebut berada di tebing. Dua unit mobil Damkar diturunkan untuk menjinakkan api.

"Lokasi yang sangat sulit dijangkau membuat kami kesulitan menuju lokasi, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjinakkan si jago merah," jelasnya.

Asep menambahkan, dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa. "Dalam musibah kebakaran ini tidak ada korban jiwa. Sementara untuk mengetahui pasti penyebab terjadinya musibah tersebut, pihak kepolisian tengah melakukan penyelidikan," ujarnya.

Berikan bantuan

Sementara itu, menurut Kabid Logistik dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Bandung, Cecep Hendrawan, delapan unit rumah yang hangus terbakar tersebut dihuni delapan kepala keluarga (KK) yang terdiri atas 36 jiwa. "Untuk sementara para korban ditampung di rumah-rumah saudara maupun tetangganya," terangnya.

Sedangkan bantuan, menurut Cecep pengirimannya sedang dipersiapkan. "Kami akan secepatnya memberikan bantuan kepada para korban terutama makanan dan obat-obatan," tegasnya.

Cecep juga menambahkan, korban sangat membutuhkan bantuan baju sekolah anak-anak.

"Di luar kebutuhan sehari-hari, para korban sangat membutuhkan baju-baju seragam sekolah karena anak-anak mereka umumnya masih bersekolah di SMP dan SMA," katanya. (B.84)**
Share:

Letusan Papandayan Ancam 4 Kecamatan


SOREANG,(GM)-
Terkait penerapan status siaga terhadap Gunung Papandayan, DPRD Kab. Bandung meminta Pemkab Bandung mengambil langkah-langkah antisipasi. Sedikitnya ada empat kecamatan di Kab. Bandung yang berbatasan dengan gunung yang berada di Kab. Garut tersebut.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua DPRD Kab. Bandung, Triska Hendriawan kepada "GM", Senin (5/8) di Soreang. Pernyataan itu terkait status Gunung Papandayan yang sampai saat ini masih siaga.

"Gunung Papandayan masih dalam pemantauan intensif, mengingat statusnya masih siaga. Kami lihat Pemkab Garut sudah bagus dalam melakukan langkah-langkah antisipasinya, seperti berkoordinasi dengan instansi terkait. Sementara Pemkab Bandung, saya lihat belum ada persiapan apa-apa, padahal berbatasan langsung," ungkapnya.

Dikatakan, sedikitnya ada empat kecamatan di wilayah Kab. Bandung yang berbatasan langsung dengan Gunung Papandayan. Artinya, keempat kecamatan tersebut merupakan daerah yang paling memungkinkan terkena dampak langsung jika terjadi letusan Gunung Papandayan.

"Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Gunung Papandayan tersebut, yaitu Kecamatan Kertasasi, Pangalengan, Ibun, dan Kecamatan Majalaya," jelas Triska.

Belum ada koordinasi

Menurutnya hingga saat ini DPRD belum mendapat laporan dari Pemkab Bandung atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terkait status Papadandayan. Padahal kapan letusan terjadi, menurutnya tidak ada satu pun lembaga yang bisa memprediksi.

"Karena itu harus ada langkah-langkah antisipasi sehingga ketika betul-betul terjadi, Pemkab Bandung atau BPBD serta masyarakat khususnya di empat kecamatan tadi, secara fisik sudah siap dengan segala kemungkinan," paparnya sambil menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum melihat persiapan atau langkah antisipasi kemungkinan bahaya letusan tersebut.

Yang terpenting, tambah Triska, Pemkab atau BPBD Kab. Bandung berkoordinasi dengan BPBD Pemprov Jabar dan BPBD Kab. Garut. Akan lebih baik lagi jika berkoordinasi juga dengan BMG Bandung, terutama untuk kemungkinan dampak yang dialami empat kecamatan tersebut. Penting juga diketahui arah letusan serta langkah yang harus dilakukan warga.

"Prediksi-prediksi seperti itu penting diketahui agar bisa menentukan antisipasi secara benar, termasuk untuk melakukan imbauan tentang apa yang harus dilakukan ketika letusan terjadi," tandas Triska.

Sebelumnya diberitakan, status Gunung Papandayan dinaikkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Peningkatan status ini dipicu meningkatnya kegempaan sejak Juni hingga awal Agustus 2011. Status siaga ditetapkan sejak 13 Agustus 2011 sesuai penjelasan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Ir. Surono, Sabtu (13/8).

Surono menyebutkan, aktivitas Gunung Papandayan meningkat cukup tajam, terutama kegempaan yang mencapai 14 kejadian/hari sejak Juni hingga sekarang. Sementara tahun 2002 terjadi 3 kejadian kegempaan/hari. Karena itu tim pengawas Gunung Papandayan terpaksa ditarik pada Jumat (12/8) malam untuk menentukan langkah apa yang dilakukan. (B.35)**
Share:

Anggota Tagana Berlebaran di Lokasi Bencana


KUMPUL bersama keluarga di Hari Raya Idulfitri, tentunya sangat diharapkan semua orang. Tidak heran tidak sedikit masyarakat yang mudik ke kampung halaman, meski harus bermacet-mecetan di jalan.

Namun suasana itu sepertinya tidak dirasakan mereka yang selalu bergelut dengan bencana alam. Selain petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Bandung, mereka yang tidak berkumpul dengan keluarga saat Lebaran sekarang adalah anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kab. Bandung.

Meski hanya relawan bencana, mereka tetap siaga di lapangan. Apalagi bulan Agustus sejumlah bencana terjadi di Kab. Bandung, seperti kebakaran maupun angin puting beliung. Tak mengherankan bila di antara mereka ada yang berlebaran di lokasi bencana.

Seperti dialami Agus "Jablay", warga Rancabali yang juga anggota Tagana Kab. Bandung. Lebaran tahun ini ia menghabiskan waktunya di kantor BPBD Kab. Bandung. Jika ada kejadian, ia langung pun meluncur ke lokasi.

"Inginnya seperti orang lain, kumpul bersama keluarga atau pergi liburan. Tapi akhir-akhir ini di Kab. Bandung sedang banyak bencana, terutama kebakaran. Jadi kita harus stand by, baik untuk membantu evakuasi maupun menyalurkan bantuan dari Pemkab Bandung bagi para korban bencana," ujarnya.

Semua ini dilakukan demi membantu korban bencana dengan tulus. Ia pun melakukannya karena kepedulian kepada sesama, terutama mereka yang terkena musibah.

Pembina Tagana Kab. Bandung, Yusran Razak membenarkan, semua anggota Tagana stand by di lapangan, meski di tengah suasana masih Lebaran.

"Saya dan anggota Tagana selalu stand by meski di hari Lebaran. Dengan begitu jika ada bencana bisa langsung bergerak baik untuk evakuasi maupun mengirimkan bantuan dari Pemkab Bandung," katanya.

Selain itu, sejumlah anggota Tagana juga ikut membantu di jalur mudik seperti Nangreg. Semua dilakukan untuk membantu petugas kepolisian atau PMI jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut Yusran, untuk penanganan bencana, Pemkab Bandung sudah menyiapkan berbagai logistik. Di antaranya perahu karet besar, perahu karet kecil, kayak, ring boy, dan lainnya. "Jelas logistik disiapkan untuk proses evakuasi dan lainnya," terang Yusran sambil menambahkan, anggota Tagana Kab. Bandung jumlahnya sekitar 157 dan tersebar di tiap kecamatan. (dadang setiawan/"GM")**
Share:

Maps

Pengikut