BALEENDAH,(GM)-
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengakui, pengerukan dalam program normalisasi Citarum tidak secara otomatis menjamin persoalan banjir di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum selesai. Menurutnya, target program tersebut terutama melancarkan aliran Citarum.
Hal itu diungkapkan Djoko kepada pers selepas pengerukan pertama yang dilakukannya di atas backhoe di sela-sela launching Rehabilitasi Prasarana Pengendali Banjir Sungai Citarum, Rabu (9/11) di DAS Citarum, Kp. Karees, Kel./Kec. Baleendah, Kab. Bandung.
Acara tersebut antara lain dihadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Bupati Bandung Dadang M. Naser, Bupati Kab. Bandung Barat (KBB) Abubakar, Wakil Wali Kota Cimahi Eddy Rachmat, Kapolres Bandung AKBP Sony Sonjaya, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) Ali Hasanudin, perwakilan Kodam III/Siliwangi, dan perwakilan beberapa kontraktor pelaksana normalisasi. "Program ini tidak bisa menjamin nantinya tidak ada banjir," ungkap Djoko kepada wartawan.
Menurutnya, target program yang disebutnya sebagai Rehabilitasi Prasarana Pengendali Banjir Sungai Citarum tersebut adalah melancarkan aliran Sunghai Citarum. Diharapkan lancarnya aliran sungai tersebut bisa mengatasi masalah banjir yang selama ini menjadi masalah masyarakat di sekitar DAS Citarum, khususnya di Kab. Bandung.
"Targetnya 'kan melancarkan aliran air, supaya mengalir sesuai jalur aliran Sungai Citarum," tandasnya.
Dalam sambutannya Djoko mengatakan, permasalahan Citarum sangat kompleks. Selain menyangkut pendangkalan dan sedimentasi, juga menyangkut pencemaran limbah, baik limbah rumah tangga maupun industri, selain terkait gundulnya hutan di sekitar DAS Citarum. Karena itu penanganan harus dilakukan secara terpadu dan komprehensif.
"Penanganan harus terpadu, mulai pendekatan struktural dan nonstruktural, pemberdayaan masyarakat dan pendekatan sosial budaya, terutama penyadaran perilaku buang sampah," ungkapnya.
Menurut Djoko, untuk melaksanakan program tersebut, pemerintah pusat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Menurutnya, total biaya program normalisasi tersebut Rp 35 triliun dalam 15 kali anggaran atau 15 tahun, atau Rp 1,3 triliun untuk tiga kali anggaran, yaitu APBN 2011, 2012, dan 2013.
"Karena itu saya minta kepada BBWSC untuk melaksanakan program tersebut sebaik-baiknya," ujarnya.
Pengerukan akan dilakukan di Sungai Citarum sepanjang 180 km, mulai dari Citarum hulu, yaitu Sapan hingga Muara Gembong. Pengerjaannya terbagi dalam tiga ruas, yaitu ruas Citarum hulu yang meliputi Sapan Kab. Bandung hingga Nanjung (KBB) dengan panjang 45 km, ruas Bendungan Jatiluhur hingga Bendungan Curug sepanjang 9,5 km, dan ruas Walahar (Karawang) hingga Muara Gembong (Bekasi).
Limbah kotoran
Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Hasanudin, Setiap hari sekitar 400 ton limbah kotoran hewan ternak mencemari Sungai Citarum. Selain itu 250.000 kubik sampah rumah tangga ikut mencemari sungai ini.
"Karena itu wajar jika pada tahun 2007 sebuah lembaga riset independen internasional menetapkan Sungai Citarum sebagai sungai terkotor di dunia," katanya.
Selain itu, di sepanjang pinggir DAS Citarum, banyak terjadi alih fungsi lahan. Lahan kritis yang dilintasi DAS Citarum mencapai 46.000 hektare. Menurutnya, berbagai upaya yang telah dilakukan sama sekali belum bisa mengatasi banjir.
Dikatakan, limbah ternak berasal dari sentra peternakan hewan yang ada di Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat. Umumnya, lanjut Hasanudin, para peternak menjadikan Citarum sebagai tempat membuang sampah dan limbah.
Kondisi tersebut diperparah oleh penggundulan hutan di kawasan hulu. Di samping penurunan air muka tanah akibat penggunaan air tanah berlebih, sedimentasi, dan buangan sampah ke sungai. Sementar posisi geografis kawasan Bandung yang berada di daerah cekungan, menurutnya, menyebabkan daerah ini mempunyai potensi tergenang air yang cukup tinggi (banjir, red).
Karena itu pihaknya berharap, program pengerukan Sungai Citarum ini menjadi proses rehabilitasi upaya pengendalian banjir yang seringkali menimpa warga khususnya di Kab. Bandung. Antara lain meliputi Kec. Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Rancaekek, Solokan jeruk, Majalaya, dan Ciparay.
Strategi Kab. Bandung
Bupati Bandung Dadang M. Naser mengatakan, keberadaan Citarum sangat penting. Terlebih sungai terbesar di Jawa Barat ini melewati beberapa kabupaten atau kota, mulai dari Kab. Bandung, Kota Cimahi, KBB, Purwakarta hingga Kab. Bekasi.
"Untuk mengatasi hal ini, kami Pemkab Bandung akan melakukan beberapa strategi, di antaranya gerakan vegetatif (penanaman) kawasan hulu sungai hingga hilir. Penyadaran atau rekayasa sosial agar masyarakat mencintai Citarum dan melakukan penyodetan atau pengerukan," ujarnya.
Menurutnya, ditetapkannya Citarum sebagai sungai terkotor di dunia harus menjadi motivasi bagi semua komponen masyarakat agar terlibat dalam memperbaiki Citarum. Dikatakan, sewaktu kecil dirinya masih bisa menikmati berenang di Citarum dan memancing ikan.
"Tapi sekarang ikan yang ada di Citarum hanya ikan sapu-sapu saja. Butuh komitmen semua pihak, tidak sendiri-sendiri membenahinya," ujar politisi Partai Golkar ini.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, kompleksnya permasalahan Citarum membuat normalisasinya membutuhkan penanganan yang komprehensif dan lintas departemen. Tidak hanya melibatkan Kementerian PU, melainkan juga Departemen Pertanian dalam kaitan dengan peternakan, Departemen Perindustrian terkait penataan industri, dan Departemen Kehutanan dalam kaitan dengan penghijauan hutan di DAS Citarum.
"Selain itu, terkait dengan limbah industri misalnya, dibutuhkan kebijakan dari Departemen Perindustrian untuk mengupayakan agar pembuatan IPAL (instalasi pengolahan air limbah) oleh industri dilakukan sebaik mungkin. Jangan ada lagi alasan mahal," papar Ahmad.
Insiden backhoe
Acara launching normalisasi Citarum diwarnai insiden kecil, yaitu tenggelamnya backhoe ke Sungai Citarum. Backhoe tersebut sedang meratakan lokasi yang dipakai acara launching di pinggiran Citarum. Sekitar 30 menit sebelum Menteri PU datang, backhoe yang terparkir di pinggir Citarum tersebut tiba-tiba hanyut dan sebagian bodinya terendam sungai yang permukaaannya sedang naik.
Kurang lebih 30 menit, berbarengan dengan tibanya Menteri PU Djoko Kirmanto, tiba-tiba backhoe tersebut hanyut terbawa arus sejauh sekitar 15 meter dari tempat "jatuh"-nya semula. Menteri sendiri sempat menyaksikan pemandangan "lucu" tersebut. Insiden tersebut juga menjadi perhatian para undangan dan pengunjung yang menganggapnya sebagai hiburan segar. Meskipun bagi panitia justru sebaliknya. Mereka sibuk menarik kembali backhoe ke pinggir sungai.
Selain itu, dalam acara tersebut juga ada aksi empat perahu kecil yang masing-masing diawaki dua anggota komunitas Barudak Baraya Cisangkuy Citarum (B2C2). Masing-masing perahu membawa spanduk bertuliskan pesan lingkungan, seperti "Ada apa dengan Citarum?", "Pulihkan Citarum", dan "Salametkeun Citarum keur anak incu urang".
"Dengan aksi ini kita mendukung program pengerukan Citarum. Tapi kita juga berharap semua ini tidak hanya seremonial tanpa penanganan menyeluruh yang mengatasi permasalahan seperti banjir," papar koordinator aksi, Reki. (B.35)** |