SOREANG,(GM)-
Rencana Pemerintah Kabupaten Bandung menjadikan Kp. Cieunteung, Kel./Kec. Baleendah menjadi folder atau tempat penampungan banjir Sungai Citarum, disambut positif Komisi C. Pemkab diingatkan untuk mempersiapkan rencana tersebut secara matang.
"Kami merespons positif rencana tersebut, tapi kami mengingatkan agar perencanaannya dilakukan secara matang karena akan berkaitan dengan pembebasan lahan (termasuk pemindahan warga, red) dan tahapan pengerjaannya," ungkap anggota Komisi C, Gungun Gunadi, Rabu (22/6), di Soreang.
Diakuinya, sampai saat ini belum ada koordinasi antara Pemkab dengan DPRD Kab. Bandung, khususnya Komisi C, tentang rencana tersebut. Namun, Komisi C tetap memberikan dukungan terhadap rencana tersebut.
Gungun mengungkapkan, terkait dengan pemindahan warga Cieunteung, pemkab harus benar-benar merencanakan dengan matang. Jangan sampai seperti yang sudah-sudah, warga yang sudah direlokasi kembali lagi ke Cieunteung.
Menurut Gungun, tahun 1986 pernah dilakukan relokasi warga Cieunteung ke Kp. Manggahang, Kec. Baleendah. Namun, mereka kembali lagi karena merasa masih mempunyai tanah dan bangunan di Kp. Cieunteung.
Dalam rencana kali ini, lanjut Gungun, meskipun tidak dengan cara merelokasi warga, tapi tetap ada kepala keluarga yang rumah dan tanahnya harus dibebaskan, yang berarti warga bersangkutan harus pindah ke tempat lain. Artinya, kepindahan warga menyangkut dana untuk membebaskan lahan yang harus memadai.
"Persoalan itu pernah kita sampaikan ketika rapat kerja membahas Cieunteung, terkait solusi relokasi yang dulu gagal karena kurang perencanaan. Sekarang selain perlu keberanian, juga perlu perencanaan matang kalau memang rencana itu (menjadikan Cieunteung sebagai folder, red) menjadi solusi bagi Cieunteung," paparnya.
Menyinggung masalah anggaran, Gungun mengatakan, selain melibatkan provinsi dan pusat, sebaiknya dikoordinasikan dengan daerah-daerah yang berdekatan dengan Kab. Bandung yang memiliki kontribusi terhadap banjir Citarum. Kepada provinsi dan pusat, soal anggaran harus terus diintensifkan, sehingga anggaran bisa muncul pada waktu pelaksanaan sesuai yang ditargetkan (2012).
"Karena tidak mungkin anggarannya bergantung kepada APBD pemkab, karena kemungkinan besar," katanya.
Selain itu, Gungun juga mengingatkan, rencana pembuatan folder harus disinkronkan dengan pusat dan provinsi dalam program normalisasi Citarum. Hal itu agar menjadi satu kesatuan dalam konsep penanganan maslah banjir di daerah DAS Citarum khususnya di sekitar Baleendah.
Selama ini, tambahnya, dalam penanganan banjir khususnya di Kab. Bandung, koordinasi antara SKPD terkait cenderung kurang optimal. Misalnya dalam pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), baru diatur pembentukan kepengurusannya saja, sedangkan menyangkut prosedur kerja dan penganggaran belum diatur.
Hal lain yang taka akalan penting juga lanut Gungun, menyangkut sosialisasi khususnya kepada warga Cieunteung. Menurutnya, ketika ada penolakan dalam suatu kebijakan atau program tertentu, hal itu sering disebabkan faktor kurangnya sosialisasi atau komunikasi. (B.35)**
Rencana Pemerintah Kabupaten Bandung menjadikan Kp. Cieunteung, Kel./Kec. Baleendah menjadi folder atau tempat penampungan banjir Sungai Citarum, disambut positif Komisi C. Pemkab diingatkan untuk mempersiapkan rencana tersebut secara matang.
"Kami merespons positif rencana tersebut, tapi kami mengingatkan agar perencanaannya dilakukan secara matang karena akan berkaitan dengan pembebasan lahan (termasuk pemindahan warga, red) dan tahapan pengerjaannya," ungkap anggota Komisi C, Gungun Gunadi, Rabu (22/6), di Soreang.
Diakuinya, sampai saat ini belum ada koordinasi antara Pemkab dengan DPRD Kab. Bandung, khususnya Komisi C, tentang rencana tersebut. Namun, Komisi C tetap memberikan dukungan terhadap rencana tersebut.
Gungun mengungkapkan, terkait dengan pemindahan warga Cieunteung, pemkab harus benar-benar merencanakan dengan matang. Jangan sampai seperti yang sudah-sudah, warga yang sudah direlokasi kembali lagi ke Cieunteung.
Menurut Gungun, tahun 1986 pernah dilakukan relokasi warga Cieunteung ke Kp. Manggahang, Kec. Baleendah. Namun, mereka kembali lagi karena merasa masih mempunyai tanah dan bangunan di Kp. Cieunteung.
Dalam rencana kali ini, lanjut Gungun, meskipun tidak dengan cara merelokasi warga, tapi tetap ada kepala keluarga yang rumah dan tanahnya harus dibebaskan, yang berarti warga bersangkutan harus pindah ke tempat lain. Artinya, kepindahan warga menyangkut dana untuk membebaskan lahan yang harus memadai.
"Persoalan itu pernah kita sampaikan ketika rapat kerja membahas Cieunteung, terkait solusi relokasi yang dulu gagal karena kurang perencanaan. Sekarang selain perlu keberanian, juga perlu perencanaan matang kalau memang rencana itu (menjadikan Cieunteung sebagai folder, red) menjadi solusi bagi Cieunteung," paparnya.
Menyinggung masalah anggaran, Gungun mengatakan, selain melibatkan provinsi dan pusat, sebaiknya dikoordinasikan dengan daerah-daerah yang berdekatan dengan Kab. Bandung yang memiliki kontribusi terhadap banjir Citarum. Kepada provinsi dan pusat, soal anggaran harus terus diintensifkan, sehingga anggaran bisa muncul pada waktu pelaksanaan sesuai yang ditargetkan (2012).
"Karena tidak mungkin anggarannya bergantung kepada APBD pemkab, karena kemungkinan besar," katanya.
Selain itu, Gungun juga mengingatkan, rencana pembuatan folder harus disinkronkan dengan pusat dan provinsi dalam program normalisasi Citarum. Hal itu agar menjadi satu kesatuan dalam konsep penanganan maslah banjir di daerah DAS Citarum khususnya di sekitar Baleendah.
Selama ini, tambahnya, dalam penanganan banjir khususnya di Kab. Bandung, koordinasi antara SKPD terkait cenderung kurang optimal. Misalnya dalam pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), baru diatur pembentukan kepengurusannya saja, sedangkan menyangkut prosedur kerja dan penganggaran belum diatur.
Hal lain yang taka akalan penting juga lanut Gungun, menyangkut sosialisasi khususnya kepada warga Cieunteung. Menurutnya, ketika ada penolakan dalam suatu kebijakan atau program tertentu, hal itu sering disebabkan faktor kurangnya sosialisasi atau komunikasi. (B.35)**