SOREANG, (PRLM).- Akibat dari pencemaran limbah
yang mengalir di Sungai Cikelong. Ratusan warga Desa Waluya, Kecamatan
Cicalengka, Kabupaten Bandung, yakni RW 03, 05, 07, 13, 15, terkena
penyakit gatal-gatal.
"Jika kemarau tiba, air sungai menjadi hitam pekat seperti oli," ujar Lita Fatmawati (27), warga RT 01/03, Ia mengatakan, sungai tercemar limbah dari pabrik tekstil yang berada di Jalan Raya Cicalengka.
Menurut Lita kondisi ini memang sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Namun, persoalan limbah tersebut masih belum membuahkan solusi.
"Dua kali ganti camat, masalah limbah ini juga belum selesai. Dan biasanya di bulan Juli limbah dari pabrik lebih banyak dikeluarkan karena desa mendapatkan uang untuk Agustusan," katanya.
Ia pun mengatakan tak hanya gatal-gatal yang kerap menyerang warga. Pencemaran udara juga dialami warga akibat bau menyengat dari limbah tersebut.
"24 jam kami menghirup udara tidak enak. Padahal kami tinggalnya di desa yang seharusnya bisa menghitup udara segar," katanya. Dikatakannya juga, air sungai tersebut juga digunakan untuk pengairan sawah.
Sebelumnya, kata Lita, warga sempat menuntut kepada pihak pabrik untuk menghentikan pencemaran limbah ketika baru berdiri. Sebab, warga merasa dirugikan akibat limbah yng dikeluarkan dari pabrik itu. Warga pun sempat melakukan demonstrasi ke pabrik sebanyak tiga kali. "Setelah itu kami baru dapat kompensasi. Itu pun kami sempat mau disogok agar tidak melakukan demo," ujar Lita.
Ganti rugi yang diberikan pabrik, kata Lita, hanya berupa bantuan pompa air untuk bisa menggunakan air bersih agar bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. "Kami juga hanya mendapatkan uang listrik sebesar 150 ribu untuk enam bulan dan beberapa warga menjadi tenaga kerja di sana."
Hal senada juga diutarakan Ani sondari (43) warga RT 01/03 Desa Waluya. Kolam ikan milik Unang (72), bapaknya, terpaksa harus dibangun rumah lantaran airnya tidak bisa digunakan untuk beternak ikan. Karena itu, kata Ani, bapaknya menjadi penggerak warga Desa Waluya untuk menghentikan pencemaran limbah ke Sungai Cikelong. (CA-08/A-88)***
"Jika kemarau tiba, air sungai menjadi hitam pekat seperti oli," ujar Lita Fatmawati (27), warga RT 01/03, Ia mengatakan, sungai tercemar limbah dari pabrik tekstil yang berada di Jalan Raya Cicalengka.
Menurut Lita kondisi ini memang sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Namun, persoalan limbah tersebut masih belum membuahkan solusi.
"Dua kali ganti camat, masalah limbah ini juga belum selesai. Dan biasanya di bulan Juli limbah dari pabrik lebih banyak dikeluarkan karena desa mendapatkan uang untuk Agustusan," katanya.
Ia pun mengatakan tak hanya gatal-gatal yang kerap menyerang warga. Pencemaran udara juga dialami warga akibat bau menyengat dari limbah tersebut.
"24 jam kami menghirup udara tidak enak. Padahal kami tinggalnya di desa yang seharusnya bisa menghitup udara segar," katanya. Dikatakannya juga, air sungai tersebut juga digunakan untuk pengairan sawah.
Sebelumnya, kata Lita, warga sempat menuntut kepada pihak pabrik untuk menghentikan pencemaran limbah ketika baru berdiri. Sebab, warga merasa dirugikan akibat limbah yng dikeluarkan dari pabrik itu. Warga pun sempat melakukan demonstrasi ke pabrik sebanyak tiga kali. "Setelah itu kami baru dapat kompensasi. Itu pun kami sempat mau disogok agar tidak melakukan demo," ujar Lita.
Ganti rugi yang diberikan pabrik, kata Lita, hanya berupa bantuan pompa air untuk bisa menggunakan air bersih agar bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. "Kami juga hanya mendapatkan uang listrik sebesar 150 ribu untuk enam bulan dan beberapa warga menjadi tenaga kerja di sana."
Hal senada juga diutarakan Ani sondari (43) warga RT 01/03 Desa Waluya. Kolam ikan milik Unang (72), bapaknya, terpaksa harus dibangun rumah lantaran airnya tidak bisa digunakan untuk beternak ikan. Karena itu, kata Ani, bapaknya menjadi penggerak warga Desa Waluya untuk menghentikan pencemaran limbah ke Sungai Cikelong. (CA-08/A-88)***