TEMPO Interaktif, Garut - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Api Papandayan yang berada di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk meningkatkan kewaspadaannya saat memasuki musim hujan sekarang ini.
Sebab, gunung api yang sedang berstatus siaga ini dapat mengeluarkan gas beracun dan longsor. “Beberapa hari terakhir ini sering terjadi kabut tebal setelah diguyur hujan,” ujar Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Papandayan, Momon, kepada Tempo, Rabu, 12 Oktober 2011.
Menurut dia, gas beracun yang dapat dikeluarkan dari kawah Gunung Papandayan ini berupa gas carbon dioxide (Co2). Gas ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Bahkan dapat menyebabkan kematian bagi orang atau makhluk hidup lain yang menghirupnya langsung.
Gas berbahaya ini sering muncul setelah diguyur hujan. Sebab, air hujan yang masuk ke dalam kawah menyebabkan kondisi suhu menjadi lembap. Kondisi seperti ini pernah terjadi di Gunung Dieng, Jawa Tengah. Sejumlah hewan dan tanaman sayur mati akibat gas beracun ini. “Gas beracun ini susah dideteksi dan tidak bisa dilihat oleh pancaindra,” ujar Momon.
Karena itu, Momon meminta masyarakat dan pengunjung agar tidak mendekat ke kawah Papandayan. Jarak aman dari kawah yang telah ditetapkan sekitar 2 kilometer. “Apalagi kalau sudah ada kabut tebal, diharapkan jangan ada yang mencoba mendekat kawah,” ujarnya.
Momon menambahkan, konsentrasi gas beracun ini akan berkurang pada siang hari. Konsentrasi gas akan terpecah pada saat terkena sinar matahari dan angin. Kelembapan suhu di sekitar kawah pun akan berkurang bila sinar matahari tidak terhalang.
Selain gas beracun, di Gunung Papandayan juga sering terjadi longsor pada saat musim hujan. Guguran tanah sering terjadi di tebing bagian kanan dan kiri kawah. Rapuhnya kondisi tebing ini merupakan sisa bekas letusan pada 2002 lalu.
Momon menambahkan, meski saat ini status Gunung Papandayan masih siaga atau level III, aktivitas kegempaan relatif menurun. Berdasarkan data terakhir, tercatat 3 tektonik jauh dan satu kali vulkanik dalam. "Hingga saat ini, aktivitas Gunung Papandayan relatif menurun," ujar Momon.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Garut, Zat Zat Munajat, mengatakan pihaknya masih terus melakukan peningkatan kesiagaan terkait situasi Gunung Papandayan. Koordinasi pemantauan kondisi lapangan terus dilakukan dengan sejumlah instansi. “Sosialisasi terus dilakukan, pengamanan kita lebih ke masyarakat. Termasuk pemberitahuan gas beracun,” ujar Zat Zat.
Dia mengaku pihaknya pun telah melakukan simulasi dan gladi posko bersama masyarakat bila bencana letusan Gunung Papandayan terjadi. Bahkan pihaknya telah menyiapkan jalur evakuasi dan tempat pengungsian bencana.
Evaluasi kesiapan letusan Gunung Papandayan, kata Zat Zat, terus dilakukan. Misalnya, apakah perlu ada bantuan terkait terganggunya mata pencaharian penduduk dan apakah masyarakat perlu dievakuasi atau tidak dalam waktu dekat ini. “Segalanya terus kita siapkan dan pemantauan di masyarakat juga terus dilakukan,” ujarnya.
SIGIT ZULMUNIR
Sebab, gunung api yang sedang berstatus siaga ini dapat mengeluarkan gas beracun dan longsor. “Beberapa hari terakhir ini sering terjadi kabut tebal setelah diguyur hujan,” ujar Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Papandayan, Momon, kepada Tempo, Rabu, 12 Oktober 2011.
Menurut dia, gas beracun yang dapat dikeluarkan dari kawah Gunung Papandayan ini berupa gas carbon dioxide (Co2). Gas ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Bahkan dapat menyebabkan kematian bagi orang atau makhluk hidup lain yang menghirupnya langsung.
Gas berbahaya ini sering muncul setelah diguyur hujan. Sebab, air hujan yang masuk ke dalam kawah menyebabkan kondisi suhu menjadi lembap. Kondisi seperti ini pernah terjadi di Gunung Dieng, Jawa Tengah. Sejumlah hewan dan tanaman sayur mati akibat gas beracun ini. “Gas beracun ini susah dideteksi dan tidak bisa dilihat oleh pancaindra,” ujar Momon.
Karena itu, Momon meminta masyarakat dan pengunjung agar tidak mendekat ke kawah Papandayan. Jarak aman dari kawah yang telah ditetapkan sekitar 2 kilometer. “Apalagi kalau sudah ada kabut tebal, diharapkan jangan ada yang mencoba mendekat kawah,” ujarnya.
Momon menambahkan, konsentrasi gas beracun ini akan berkurang pada siang hari. Konsentrasi gas akan terpecah pada saat terkena sinar matahari dan angin. Kelembapan suhu di sekitar kawah pun akan berkurang bila sinar matahari tidak terhalang.
Selain gas beracun, di Gunung Papandayan juga sering terjadi longsor pada saat musim hujan. Guguran tanah sering terjadi di tebing bagian kanan dan kiri kawah. Rapuhnya kondisi tebing ini merupakan sisa bekas letusan pada 2002 lalu.
Momon menambahkan, meski saat ini status Gunung Papandayan masih siaga atau level III, aktivitas kegempaan relatif menurun. Berdasarkan data terakhir, tercatat 3 tektonik jauh dan satu kali vulkanik dalam. "Hingga saat ini, aktivitas Gunung Papandayan relatif menurun," ujar Momon.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Garut, Zat Zat Munajat, mengatakan pihaknya masih terus melakukan peningkatan kesiagaan terkait situasi Gunung Papandayan. Koordinasi pemantauan kondisi lapangan terus dilakukan dengan sejumlah instansi. “Sosialisasi terus dilakukan, pengamanan kita lebih ke masyarakat. Termasuk pemberitahuan gas beracun,” ujar Zat Zat.
Dia mengaku pihaknya pun telah melakukan simulasi dan gladi posko bersama masyarakat bila bencana letusan Gunung Papandayan terjadi. Bahkan pihaknya telah menyiapkan jalur evakuasi dan tempat pengungsian bencana.
Evaluasi kesiapan letusan Gunung Papandayan, kata Zat Zat, terus dilakukan. Misalnya, apakah perlu ada bantuan terkait terganggunya mata pencaharian penduduk dan apakah masyarakat perlu dievakuasi atau tidak dalam waktu dekat ini. “Segalanya terus kita siapkan dan pemantauan di masyarakat juga terus dilakukan,” ujarnya.
SIGIT ZULMUNIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar